Tampilkan postingan dengan label shirah shabiyah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label shirah shabiyah. Tampilkan semua postingan

6 Mei 2009

Putri Rasulullah Yang Zuhud

Seorang gadis kecil berlari-lari menuju Ka’bah, kemudian ia bergegas menuju kepada orang tua yang tengah bersujud. Dilihatnya punggung orang tua itu penuh kotoran unta. Secepat kilat ia membersihkannya. Bercampur rasa geram air mukanya menyiratkan kesedihan yang begitu dalam. Betapa tidak, kotoran unta itu membaluri hampir seluruh jubah ayahnya. Tanpa kenal takut sedikitpun gadis kecil itu menantang orang-orang yang sombong yang tengah berdiri di hadapannya. Air mukanya benar-benar menunjukkan kemarahan, tanpa perduli bahwa yang sedang dihadapinya adalah para begundal Quraisy yang tersohor kekejamannya.

Itulah Fathimah binti Muhammad saw. Masa kanak-kanaknya diwarnai oleh pergolakan sengit antara risalah suci yang dibawa ayahandanya menghadapi para penyembah berhala yang menginginkan sirnanya risalah tersebut. Setiap saat ia harus menyaksikan sikap pengingkaran masyarakatnya terhadap risalah tauhid yang diserukan ayahnya. Bukan hanya bersifat pasif, pengingkaran itu pun berupa celaan yang keji, gangguan fisik dan fitnah.

Dalam usia yang semuda itu seharusnya Fathimah tidak terlalu perduli, tetapi Allah telah memberikan kelebihan pada putri Rasulullah saw dari ibunda Khadijah ini. Ia dikaruniai sifat lemah lembut, cerdas dan berani. Kelebihan karunia itu jelas sesuatu yang tidak dimiliki anak-anak seusianya. Fathimah harus menyaksikan realita pahit yang melanda keluarganya, terutama gangguan pahit yang ditimpa oleh ayahnya. Ajaibnya, fenomena ini telah mampu dicerna oleh Fathimah kecil. Dan kondisi inilah yang telah melahirkan kedewasaan yang lebih dini dari pada anak-anak Fathimah.

Masa kanak-kanaknya adalah masa keprihatinan, dan masa kekhawatiran atas keselamatan sang pembawa risalah, Rasulullah saw. Untuk itulah Fathimah nyaris selalu memantau kemana ayahnya pergi. Fathimah pun harus turut merasakan pemboikotan terhadap keluarga bani Hasyim oleh masyarakat jahiliyah Quraisy selama 3 tahun.

Seusai masa pemboikotan tersebut, datanglah ujian baru dengan berpulangnya sang ibunda tercinta, Khadijah; ke pangkuan Allah swt. Dipandanginya orang yang sangat dikasihinya dengan air mata berderai tak tertahankan. Fathimah yang belum lagi puas dibuai oleh tangan lembut sang bunda, sedih sekali menghadapi kenyataan ini. Lembara kisah hidup Fathimah penuh dengan hal-hal yang menakjubkan.

Sejarah telah mencatat bagaimana ia telah menjadi seorang ibu rumah tangga yang selalu bekerja keras, bekerja dengan segenap kemampuannya untuk kepentingan keluarga dalam kondisi yang miskin. Pilihannya kepada Ali bin Abi Thalib tidak pernah membuatnya menyesal. Dan konsekwensi atas pilihannya itu pun ia jalani dengan penuh kesabaran, walaupun ia harus jatuh bangun menegakkan pilar-pilar rumah tangganya.

Ia sering kekurangan makan, tapi tak pernah lupa untuk membagi apa yang dimilikinya kepada orang yang lapar yang datang menghampiri pintu rumahnya. Fathimah sangat sayang kepada ayahnya, patuh pada suaminya serta setia kepada risalah yang diajarkan ayahnya.

Ketika kehidupan berangsur membaik dan makanan tersedia dengan cukup, kadang ia tetap tidak mempunyai apa-apa sepanjang hari. Hal itu disebabkan karena ia sering memberikan makanan kepada orang yang jauh lebih sengsara. Ia selalu berusaha untuk mengatakan tidak” terhadap keinginannya sendiri, sehingga dirinya tidak menjadi budak nafsu yang akan membawa kepada kebinasaan.

Dari Ali bin Abi Thalib, Fathimah melahirkan dua orang putra dan dua orang putri, Hasan, Husain, Zainab dan Ummu Kaltsum. Kelak putra-putri Fathimah ini pun tercatat sebagai mujahid dan mujahidah yang tangguh hingga akhir hayatnya.

Ketegaran Mengalahkan Kebodohan

“Sejak memeluk Islam gelora semangat Tufail pemimpin suku ad-Dausy untuk berdakwah pada kaumnya makin tak terbendung. Mula-mula pada istrinya, ia lansung menyodok “ dengarkanlah.. mulai detik ini engkau bukan milikku dan aku bukan milikmu.”

“Mengapa demikian wahai suamiku?” Islam telah membedakan aku dan engkau!” Tidak…sebab agamamu adalah agamaku!” jawab sang isteri mantap.

Seruan dakwah Tufail, disambut dingin. Kecuali oleh dua orang, Abu Hurairoh dan Abul Akr, yang menyambut.hangat Abul Akr adalah suami dari Ghaziyah binti jabir, wanita yang sontak mengimani apa yang diimani suaminya.

Dari sinilah bermula kisah ketegaran seorang Ghaziyah binti jabir. Wanita yang terkenal juga dengan dengan sebutan Ummu Syariek itu tanpa sungkan sejak itu memperlihatkan ciri-ciri keimanannya pada masyarakatnya. Muslimah itu berharap, akhlak-akhlak karimah yang diperlihatkannya, akan makin membuka kesadaran kaumnya.

Namun ternyata harapannya melesat, tetangga-tetangganya malah jadi berang dengan ulah Ummu Syariek, dan langsung mengadukan perihal keislaman wanita itu pada saudara-saudaranya. Suatu hari , tatkala suaminya sedang tak berada dirumah, saudara-saudara suaminya beramai-ramai menggedor pintu rumah Ummu Syariek. Dengan wajah beringas penuh permusuhan, mereka menanyakan wanita itu.
“Apakah engkau telah memeluk Islam?
“Benar,”jawab Ummu Syariek tegas.
“Kalau begitu, tidak ada jalan lain, kami akan menyiksamu dengan siksaan yang keras!”
Dengan gagah berani, Ummu Syariek menegaskan, ia tak gentar oleh ancaman itu. Ia katakan pada begundal-begundal suku Dausy itu, apapun yang akan diancamkan pada dirinya, ia tak akan keluar dari keimanan-nya. Para begundal itu makin berang.

Setelah ancaman dan bujuk rayu mereka gagal, mereka menyeret wanita mu’minah itu, lalu memasukkannya kesebuah rumah kosong yang kotor bersama seekor unta yang penuh koreng. Bila matahari tengah terik membakar, wanita itu diseret keluar, lalu dipentangkan ditengah-tengah padang pasir. Selama dalam siksaan itu, tak setetes air pun diberikan kepadanya. Sembari menyiksa, para begundal itu terus memteror Ummu Syariek. “Tinggalkan agama Muhammad!”.

Andai saja Ummu Syariek tidak bersikeras, rayu para penyiksa itu, niscaya ia akan dibebaskan dari siksa yang berat. Tapi apa sikap wanita mu’minah itu? ia selalu menunjuk-nunjuk jarinya keatas langit, membuat isyarat ahad (tauhid), sebagaimana yang dilakukan sahabat Bilal r.a. Bibir wanita tegar itupun , tak putus-putusnya bertakbir, bertahmid dan bertasbih Bertubi-tubi siksaan yang mendera-nya, begitu pula diiringi nya siksaan itu dengan kesibukan berdzikir kepada Allah. Boleh jadi, para penyiksanya sampai bosan dan lelah mendera wanita perkasa itu.

Kemudian merekapun memutuskan untuk meninggalkan wanita ‘pembangkang’ ituterpentang sendirian di tengah padang pasir yang tengah terik terbakar matahari. Ketika itulah terjadi suatu mu’jizat Robbani. Ummu Syariek sibuk berdzikir sembari menahan dahaga luar biasa. Tatkala ia sekonyong-konyong merasakan sebuah timba air yang datang menghampi-rinya. Ia pun meneguk air itu sepuas-puasnya, dan setelah itu timba itu menjauh darinya. Ummu Syariek menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari-cari dari arah mana datangnya timba itu.

Demikianlah, beberapa kali timba itu mendekat, dan Ummu Syariek merenguk sepuas-puasnya. Bahkan sekujur badannya disiramnya , hingga ia merasakan kenyang dan sejuk. Dan tatkala para begundal Dausy datang kembali,lalu mengetahui keadaan wanita itu, mereka pun terperanjat luar biasa.

“Dari mana kau peroleh air itu, hai musuh Allah?”.
“Musuh Allah…? sesungguhnya kalianlah musuh Allah, manusia-manusia yang membenci agama-Nya. Kalian tanya darimana air itu? Dari Allah. Dia memberi rizki kepada saya!”jawab Ummu Syureik gagah.

Mereka masih sangat tidak yakin atas keterangan wanita mu’minah itu. Segera gerombolan penyiksa itu menghampiri sumur yang ada di dekat situ, lantas mengamati timbanya. Ternyata timbanya masih di tempat semula tanpa berubah sama sekali. Berarti Ummu Syariek amat mustahil bisa mengambil air. Entah kenapa, menyaksikan kenyataan ini, para pegundal Dausy itu jadi tercenung. Segera saja tanpa komando, dari bibir salah seorang penyiksa itu terlontar ucapan : “Sungguh…kami bersaksi bahwa Tuhanmu, Tuhanku pula, Tuhan yang mendatangkan rizki di tempatmu. Dialah yang menurunkan Islam.”

Sejak saat itu para penyiksanya menyatakan tobat, dan masuk Islam. Lalu mereka pun komitmen, menyatakan siap menjadi da’i dan pembela islam. Tercatat akhirnya dalam sejarah, seluruh keluarga Abul Akr memeluk Islam.

Ketegaran Ummu Syariek, adalah fenomena luar biasa yang baru pertama kali mereka saksikan. Tak mungkin sebuah keyakinan dipertahankan dengan sangat begitu gigihnya, kalau keyakinan itu palsu. Ketololan mereka pun akhirnya rontok oleh sebuah ketegaran Ummu Syariek. Wanita itu telah memberikan pelajaran pada mereka, betapa mahalnya harga sebuah Iman. Iman yang jujur adalah sebuah formulasi “Robbany yang memadukan keyakinan total, kepasrahan sempurna, keberanian dan keistiqomahan” yang mampu melahirkan kekuatan tak terkalahkan. Hanya dengan iman yang jujur, kemungkaran apapun dan bagaimanapun bentuknya, pasti akan dapat dihancurkan dengan izin Allah. Dan Ummu Syariek telah membuktikan hal itu.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah, kemudian mereka tidak ragu-ragu. Dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang jujur (imannya)”. (Q.S. Al-Hujurat : 15).